Sekilas Tentang B.M. Diah
Burhanuddin Muhammad Diah lahir pada tanggal 7 April 1917 di Kutaraja, Banda Aceh.
Ayahnya bernama Mohammad Diah dan ibunya bernama Siti Sa'idah.
B.M. Diah mengawali studinya di sekolah bumiputera yang telah disediakan oleh Belanda, yaitu Hollandsch Inlandsche School (HIS).
B.M. Diah tidak bertahan lama sekolah di HIS, lantaran ia kurang menyenangi pembelajaran yang dinaungi para penjajah, karena itu, ia melanjutkan sekolahnya di Taman Siswa.
Nyatanya di sekolah tersebut mendorong B.M. Diah menyadari arti penting sebuah pendidikan.
Ia kemudian melanjutkan studinya di Ksatriaan Institut yang dipimpin oleh Douwes Dekker di Jakarta.
Di sekolah ini, B.M. Diah mengambil jurusan jurnalistik, karena kegigihan dan tekad besarnya dalam belajar, ia pun diangkat oleh Douwes Dekker sebagai sekretaris di sekolah itu.
Di sekolah tersebut, B.M. Diah mendapatkan banyak wawasan baru seputar dunia jurnalistik yang nantinya mengantarkan B.M. Diah meniti karir.
B.M. Diah termasuk mahasiswa yang cepat dalam menempuh masa studinya. Ia menyelesaikan studi jurnalistiknya dan lulus pada tahun 1937.
Karir B.M. Diah
Karir B.M. Diah tidak jauh dari bidang studi yang pernah diambilnya. Ia mengawali karirnya dengan bekerja di media Harian Sinar Deli di Medan.
Kemudian, satu setengah tahun pasca bekerja di Harian Sinar Deli, B.M. Diah memutuskan untuk mengembangkan karirnya di Jakarta. Disini, B.M. Diah bekerja di media Harian Sin Po sebagai pegawai honorer.
Tidak lama setelah itu, B.M. Diah mengakhiri pekerjaannya sebagai pegawai honorer dan pindah ke media Warta Harian.
Dinamika dalam perjalanan karirnya mengantarkan B.M. Diah pada sebuah keputusan untuk mendirikan usaha sendiri.
Ia memantapkan diri dengan mendirikan media yang diberi nama Percaturan Dunia.
Pada saat Jepang menduduki Indonesia, B.M. Diah juga bekerja di Radio Hosokyoku sebagai penyiar di siaran berbahasa Inggris.
Pada saat yang sama, B.M. Diah bekerja dia media cetak surat kabar Asia Raya.
Saat Jepang kalah dari sekutu, surat kabar Asia Raya secara resmi ditutup.
Namun, pasca kemerdekaan Indonesia, B.M. Diah bersama kawan-kawannya berupaya mengambil alih surat kabar Djawa Shimbun, yang merupakan percetakan yang menerbitkan surat kabar Harian Raya.
1 Oktober 1945, B.M. Diah mendirikan surat kabar Harian Merdeka sekaligus menjabat sebagai pemimpin redaksi.
Setelah sekian lama berkecimpung di media surat kabar, pada tahun 1959, B.M. Diah diangkat menjadi Duta Besar Indonesia di Cekoslowakia dan Hongaria. Kemudian, ia dipindahkan ke Inggris dan Thailand.
Pada tahun 1966-1968, B.M. Diah mendapat amanah sebagai Menteri Penerangan dan menjadi anggota DPR serta DPA (Dewan Pertimbangan Agung)
Mengingat peran dan perjuangannya, B.M. Diah dianugerahi Bintang Mahaputera Utama dan Medali Perjuangan Angkatan 45.
Ia pun menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 10 Juni 1996 di Jakarta.
Peran B.M. Diah dalam Kemerdekaan Indonesia
Setelah Sayuti Melik mengetik salinan naskah proklamasi, ia membuang naskah asli proklamasi ke tempat sampah.
B.M. Diah yang menyadari akan pentingnya naskah tersebut, kemudian mengambil dan menyimpannya dalam dokumen pribadi.
Selama lebih dari 40 tahun, naskah asli teks proklamasi itu berada dalam penyimpanannya, hingga tahun 1992 B.M. Diah menyerahkannya kepada pemerintah Republik Indonesia.
Kini, naskah asli teks proklamasi disimpan dalam Arsip Nasional Republik Indonesia di Jakarta.
Dapat dibayangkan apabila B.M. Diah tidak mengambil naskah asli tersebut, maka benda bersejarah dalam kemerdekaan Indonesia tidak dapat ditemukan kembali bukti aslinya.
Post a Comment for "Sekilas Tentang B.M. Diah"
Post a Comment
Add your comment